Mohon Doa Restunya

Bojonegoro Langsung Rapat Umum

Bojonegoro Langsung Rapat Umum


Hari pertama masa kampanye terbuka Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 dimulai hari ini (16/3). Di Bojonegoro, kampanye terbuka langsung dimulai dengan rapat umum 17 parpol peserta pemilu. Tak ingin kecolongan, Panwaskab Bojonegoro ancang-ancang untuk memantau segala gerak-gerik massa peserta kampanye. Utamanya, kemungkinan penyeberangan massa kampanye dari satu daerah pemilihan (dapil) ke dapil lainnya.

Ketua Panwaskab Bojonegoro Arief Januarso mengatakan, pergerakan massa peserta kampanye yang menyeberang dapil ini adalah salah satu modus pelanggaran administrasi. "Potensi penyeberangan massa kampanye dari dapil lain ini sangat besar. Untuk itu, kami telah menginstruksikan panwascam dan PPL (panitia pengawas lapangan/tingkat desa) untuk terus memantaunya," ujarnya kemarin (15/3).

Selain penyeberangan massa, lanjut Ayik, panggilan Arief Januarso, modus pelanggaran administrasi yang juga diwaspadai adalah pemakaian kaus parpol. Yakni, sekelompok orang yang memakai kaus satu parpol, sementara parpol bersangkutan tidak ada jadwal kampanye di dapil tersebut. Untuk itu, dia minta panwascam dan PPL segera melaporkan temuan pelanggaran administrasi. Sehingga, panwaskab segera bisa menindaklanjutinya dengan proses hukum lebih lanjut. "Jika pelanggaran administratif, kami teruskan ke KPUK. Jika pidana, diteruskan ke polres." Anggota KPUK Bojonegoro Divisi Kampanye Mundzar Fahman mengaku belum dapat tembusan pemberitahuan dari parpol yang dijadwalkan menggelar kampanye hari ini.

"Secara teori, mestinya kami (KPUK) juga menerima tembusan pemberitahuan itu. Tapi hingga kemarin (Sabtu, 14/3) kami belum menerima. Tapi, mungkin saja para pengurus parpol sudah mengirimkannya ke polres," ujar mantan direktur Radar Bojonegoro ini.

Mundzar menjelaskan, KPUK hanya menjadwal kampanye rapat umum mulai hari ini hingga 5 April. Sehingga, hal-hal di luar ketentuan itu tak diatur oleh KPUK. Sementara itu, untuk hari pertama ini ada 17 parpol yang menggelar kampanye mulai nomor urut 1-18. Kecuali parpol nomor urut 10 karena tidak mendaftarkan calegnya di KPUK katanya.

Sumber :http://www.bojonegorokab.go.id

Readmore »»

Siapa Capres 2009?

Indonesia Butuh Strong Leadership



Oleh: Ch Robin Simanullang
Wartawan Tokoh Indonesia

Sepuluh tahun reformasi telah membuahkan berbagai perubahan menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Terutama perubahan di bidang politik (demokrasi dan kebebasan berpendapat) telah mencapai hasil terbaik dibanding bidang lain. Tapi masih belum berhasil di bidang ekonomi (menyejahterakan rakyat).

Faktor pemimpin yang kurang kuat tampaknya justru memperlambat pencapaian hasil menyejahterakan rakyat tersebut. Dari pengalaman 10 tahun reformasi itu, agar refor-
masi, demokrasi, penegakan hukum dan keamanan bermuara (menjadi solusi) pada kesejahteraan rakyat, Indonesia sangat butuh pemimpin yang kuat (strong leadership).


Siapa dia pemimpin yang kuat itu? Apakah Susilo Bambang Yudhoyono pemimpin yang kuat? Atau apakah dia Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid, Amien Rais, BJ Habibie, Sutiyoso, Wiranto, Sri Sultan HBX, Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Yusril Ihza Mahendra, Mbak Tutut, atau Prabowo Subiakto? Ataukah Soetrisno Bachir, Din Syamsuddin, Fadel Muhammad, Teras Narang, Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Suryadharma Ali, Sri Mulyani Indrawati, dan Muhaimin Iskandar?


Ataukah Yenny Wahid, Puan Maharani, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan Budiman Sujatmiko? Atau mungkinkah Rano Karno, Diah Pitaloka, Dede Yusuf, Tukul, Komar, dan Inul Daratista? Oleh hasil reformasi politik, semua mereka berpeluang, walaupun belum tentu mereka semua pemimpin yang kuat.


Dalam konteks ini, siapa yang dimaksud pemimpin yang kuat itu? Tentu dia tidak cukup hanya memiliki kriteria kepemimpin secara umum atau hanya memenuhi persyaratan formal sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, tetapi harus lebih daripada itu. Terutama dia harus berjiwa pahlawan. Pemimpin yang pahlawan sesunguh-sungguhnya! Pemimpin yang rela berkorban, pejuang, visioner, tulus dan pamrih demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Pemimpin yang pahlawan, tidak mementingkan tebar pesona, kepentingan politik diri sendiri atau kelompok.


Pemimpin yang mampu dan berani mengatasi masalah bangsa sesuai nilai-nilai dasar negara dan konstitusi. Pemimpin yang taat terhadap konstitusi serta memiliki dan mampu (berani) mempertahankan visinya yang besar tanpa harus terganggu atau terpengaruh oleh isu dan tekanan berbagai kepentingan kelompok tertentu.


Pertanyaan berikutnya, siapa di antara kita pemimpin yang kuat dan berjiwa pahlawan? Barangkali, semua kita dan mereka yang disebut di atas, akan mengaku pemimpin yang kuat dan berjiwa pahlawan, siap berjuang (rela mati) demi rakyat, bangsa dan negara. Dan, itu pulalah masalah yang tengah kita hadapi. Ketika kita semua merasa jadi pahlawan tanpa bukti perbuatan. Padahal, pahlawan adalah perbuatan. Pahlawan tanpa perbuatan adalah omong kosong (mati).


Pertanyaan berikutnya, mengapa kita butuh pemimpin yang kuat (pahlawan). Sebab kita tengah mengahadapi krisis multidimensional. Bukan hanya krisis moneter, ekonomi dan kemiskinan, tetapi juga krisis moral, penegakan hukum dan krisis identitas diri sebagai bangsa merdeka dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada Ormas dan kelompok berjubah mengatasnamakan agama bertindak sebagai penegak hukum, menjadi hakim bagi pihak lain. Ada daerah yang berniat memisahkan diri. Ada kelompok bahkan Parpol yang menghendaki negara ini berubah menjadi negara berdasarkan ajaran agama tertentu bukan lagi NKRI berdasarkan Pancasila. Bahkan kebebasan beragama pun terancam akibat penyelesaian tambal sulam dan kompromistis serta tidak taat kepada konstitusi.


Di tengah kondisi bangsa ini sedang mengalami krisis multidimensional berkepanjangan itu, kita berharap reformasi akan jadi solusi. Dan, agar reformasi jadi solusi, kita sangat butuh pemimpin yang kuat, pemimpin yang pahlawan sesunguh-sungguhnya. Pemimpin yang mengabdikan diri, visioner, kaya ide untuk memecahkan masalah bangsa.


Siapa orang yang memiliki kepemimpinan seperti itu? Jika melihat para elit politik saat ini, rasanya cukup sulit untuk mendapatkan pemimpin yang dapat melakukan berbagai hal untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa saat ini. Namun, kita tidak boleh pesimistis. Lebih baiklah kita beranggapan bahwa sebagian dari elit bangsa ini punya visi besar untuk mengatasi masalah bangsa. Juga punya keberanian melepaskan diri dari berbagai kepentingan politik kelompoknya untuk melaksanakan visi besarnya itu sesuai nilai-nilai dasar Pancasila dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Direktur Eksekutif Lead Institute Bima Arya Sugiarto mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menanamkan nilai baru di masyarakat. Menurut Bima, kita tidak cukup dengan pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan jangka pendek masyarakat. Kita butuh pemimpin yang dapat memberi kesadaran tentang hal-hal yang lebih substansial seperti bagaimana menghargai prestasi dan menempatkan materi di posisi yang seharusnya.


Itu berarti pemimpin yang tak sekadar memenuhi persyaratan formal dan standar prosedur, sekadar berpendidikan (persyaratan S1) atau doktor, tetapi lebih daripada itu. Bisa saja seorang pemimpin hanya berpendidikan formal SMA atau S1, tapi memiliki kepemimpinan yang jauh lebih kuat daripada yang lain. Bisa juga dia pemimpin berusia tua atau muda, lelaki atau perempuan, dari golongan mayoritas atau minoritas. Artinya, tidak ada dikotomi pendidikan formal, usia, jender dan golongan.


Untuk itu, memang kita masih memerlukan kedewasaan politik (demokrasi). Reformasi sudah berhasil membuahkan demokrasi. Namun, jika dicermati, keberhasilan di bidang politik (demokrasi), masih bertumpu pada keberhasilan rakyat dan para aktivis 1998. Para elit politik masih hanya lebih berperan mengakomodir dan memanfaatkan peluang reformasi politik itu. Sehingga dari berbagai hasil survey mengindikasikan semakin berkurangnya kepercayaan rakyat pada parpol dan para elit politik.


Barangkali hal ini disebabkan sebagian besar dari elit politik itu adalah pemain lama, yang punya jabatan, termasuk pemimpin Ormas dan Orpol yang ‘direstui atas petunjuk presiden’ pada era sebelumnya (Orde Baru). Mereka ini umumnya ramai-ramai menjadi reformis dengan menyalahkan mantan Presiden Soeharto, si pemberi restu, tapi selalu lupa menyalahkan diri sendiri (introspeksi) yang sebelumnya selalu bangga minta restu dan petunjuk presiden. Dan, saat ini mereka-mereka jualah alternatif pemimpin yang harus dipilih rakyat baik melalui, Pemilu legislatif, Pemilu Presiden, maupun Pilkada.


Namun kita tidak bermaksud bersikap pesimistis, apalagi berprasangka buruk terhadap para elit politik. Dalam gerak reformasi, sebagaimana dikemukakan R William Liddle, Guru Besar Ilmu Politik Ohio State University, AS, yang ahli dan banyak mengamati perkembangan politik di Indonesia, bahwa negara kita yang sedang memanfaatkan lembaga-lembaga demokrasi, pemerintahan presidensial dan otonomi daerah untuk menemukan jawaban serba baru pada tuntutan zaman yang serba baru, kita jangan terlalu terkejut jika ada seorang Obama ala Indonesia yang muncul mendadak dalam kurun waktu lima tahun ke depan. (Opini Kompas, 10 Juni 2008).


Kita sependapat dengan R William Liddle, dan sekaligus berharap Obama bisa menjadi inspirasi bagi seluruh elemen bangsa ini, terutama bagi para calon pemimpin di negeri ini. Yakni munculnya pemimpin muda, pintar, terampil bicara, visioner, dan kaya ide, tanpa melihat dari golongan mana (mayoritas atau minoritas) untuk memecahkan masalah bangsa.
Siapa pemimpin muda yang potensial seperti Obama di Indonesia? Barangkali, hanya sekadar contoh, bisa saja dia itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia muda, cantik (simpatik), cerdas, pintar, terampil bicara, kaya ide, punya pengalaman internasional dan pengalaman birokrasi. Atau mungkin Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Atau, seperti dikemukakan Dr Saiful Mudjani, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia dalam percakapan dengan reporter Tokoh Indonesia, bisa saja keduanya berpasangan sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.


Atau bisa saja Syaykh Abdussalam Panji Gumilang yang berhasil membangun lembaga pendidikan terpadu Al-Zaytun secara spektakuler berpasangan dengan Sri Mulyani Indrawati. Panji Gumilang itu pemimpin yang kuat, cerdas, cermat, bijak, kaya ide dan piawai mengimplementasikan ide-ide besarnya, taat nilai dan azas (nilai-nilai dasar negara dan konstitusi), cinta damai, menghargai pluralisme (interdependensi) dan beriman.
Atau sejumlah nama lain, seperti Hidayat Nurwahid – Teras Narang (PKS-PDIP) atau Pramono Anung – Yenny Wahid (PDIP-PKB), atau Soetrisno Bachir - Puan Maharani (PAN-PDIP), atau Tifatul Sembiring – Faisal Basri (PKS-Ekonom), atau tokoh muda potensial lainnya.


Penyebutan nama di atas tidak berpretensi atau bermaksud menyebut Si ABCD, sebagai pemimpin yang kuat dan terbaik, sedangkan Si EFGH, sebagai pemimpin yang lemah atau buruk. Bukan juga berarti pemimpin yang sudah relatif tua tidak lebih pantas, atau pemimpin muda belum pantas. Tua-muda dan dari kelompok mayoritas-minoritas tidak menjadi batasan, tetapi kualitas kepemimpinan merekalah yang menentukan apakah layak atau tidak seperti Obama, sehingga rakyat memilih karena percaya kepada mereka untuk memecahkan masalah bangsa.


Selain nama tokoh-tokoh yang disebut di atas, juga terdapat sejumlah nama yang diprediksi berpeluang ikut dalam persaingan (demokrasi) Pilpres 2009. Sebagian di antara mereka telah menyatakan diri, sebagaian lagi belum menyatakan diri namun telah disebut-sebut menjadi calon pemimpin (presiden dan wakil presiden) pada Pemilu Presiden 2009 nanti.


Di antara mereka yang sudah menyatakan diri dan sudah disebut-sebut menjadi calon presiden pada Pilpres 2009 nanti adalah Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Sutiyoso, Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Wiranto, Sri Sultan HBX, Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Yusril Ihza Mahendra, Mbak Tutut, Prabowo Subiakto, Din Syamsuddin, Sutrisno Bachir, Suryadharma Ali, Sri Mulyani Indrawati dan Fadel Muhammad.


Sudah sangat banyak dipublikasikan bagaimana jejak rekam dan visi beberapa orang tokoh tersebut? Juga bagaimana kemungkinan persaingan, siapa berpasangan dengan siapa dan proyeksi siapa di antara mereka yang paling berpeluang menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2009-2014. Dalam kata lain, bagaimana prediksi peta politik Pilpres 2009?


Beberapa lembaga survey mengindikasikan akan terjadi persaingan antara beberapa tokoh. Hasil survei beberapa lembaga, periode Oktober 2007 s/d Mei 2008, masih mengindikasikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemenang bila saat itu dilakukan pemilihan presiden.
Namun hasil Survei Indo Barometer terakhir (5 Juni-16 Juni 2008), dengan 1.200 responden di 33 provinisi, dengan metode multistage random sampling, menunjukkan, hanya 31,3 persen responden yang menginginkan Presiden SBY menjabat lagi untuk periode 2009-2014. Yang tak menginginkan 50,6 persen dan yang tidak menjawab atau tidak tahu 18,1 persen.


Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari saat merilis hasil survei tersebut di Jakarta, Minggu (29/6/2008) untuk pertama kalinya dalam survei Indo Barometer, tingkat kepuasan terhadap SBY di bawah 50 persen. Demikian juga dukungan terhadapnya. Jika pemilihan presiden dilaksanakan hari ini (Juni 2008), dukungan terhadap SBY untuk pertama kali pula berada di bawah Megawati.


Ketika diajukan pertanyaan terbuka, siapa calon presiden yang akan dipilih bila pemilu dilakukan hari ini, pilihan terbanyak jatuh kepada Megawati Soekarnoputri (26,1 persen) dan SBY menempati urutan kedua, dengan 19,1 persen. Urutan berikutnya Wiranto 7,8 persen, Gus Dur 5,3 persen, Sri Sultan 4,8 persen, Hidayat 3,9 persen, Amien Rais 2,7 persen, Prabowo 1,5 persen, dan nama lain 4,5 persen serta tidak menjawab 24,3 persen.


Begitu pula untuk pertanyaan tertutup (pipihan nama sudah ditentukan), siapa calon presiden yang akan dipilih bila pemilu dilakukan hari ini, Megawati Seokarnoputri juga menempati urutan teratas yakni 30,4 persen dan SBY di urutan kedua 20,7 persen Salanjutnya Wiranto 9,3 persen, Sri Sultan 8,8 persen, Gus Dur 6,0 persen, Hidayat Nurwahid 4,9 persen, Amien Rais 4,3 persen, Prabowo 1,8 persen, Sutiyoso 1,3 persen, Jusuf Kalla 1,1 persen dan tidak menjawab 11,4 persen.


Namun, M Qodari belum bisa memprediksi bagaimana gambaran capres pada setahun ke depan. “Memang fluktuatif dan tidak bisa ditebak,” katanya. Dia memberi contoh Wiranto yang sebelumnya sempat turun, tapi kemudian sekarang naik drastis.


Sementara itu, pertanyan terbuka untuk posisi wakil presiden yakni Sri Sultan menempati urutan teratas 11,8 persen, disusul Jusuf Kalla 10,7 persen, Hidayat Nurwahid 7,8 persen, Wiranto 4,1 persen, Yusril Ihza Mahendara 3,3 persen, Prabowo 3,0 persen, Akbar Tandjung 2,8 persen, Hasyim Muzadi 2,8 persen, nama lain 17,1 persen, dan yang tidak menjawab 36,6 persen.


Untuk pertanyaan tertutup, Sri Sultan juga teratas 19,9 persen, Jusuf Kalla 12,3 persen, Hidayat Nurwahid 10,7 persen, Prabowo 4,9 persen, Yusril Ihza Mahendra 4,9 persen, Akbar Tandjung 4,6 persen, Jimly Asshiddiqie 4,1 persen, Hasyim Muzadi 4,0 persen, Din Syamsuddin 3,3 persen, Agung Laksono 2,8 persen, Aburizal Bakrie 2,2 persen, Soetrisno Bachir 2,1 persen, Surya Paloh 1,6 persen, Fadel Muhammad 1,2 persen, Gamawan Fauzi 0,8 persen, Adang Daradjatun 0,7 persen, Hatta Rajasa 0,4 persen, Tifatul Sembiring 0,1 persen, dan Suryadharma Ali 0 persen. Sedangkan sisanya yang tidak menjawab 23,6 persen.


Kenaikan signifikan diraih Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Sebelumnya, popularitas mantan Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI itu pada survei Desember 2007, hanya 4,8 persen. Artinya, kenaikan popularitas Wiranto mencapai 4,5 persen. Popularitas Megawati Soekarnoputri juga naik dari 27,4 persen pada survei Desember 2007 menjadi 30,4 persen. Popularitas Sri Sultan sebagai capres juga terus naik dari mencapai 6,3 persen menjadi 8,8 persen.


Hasil survei Indo Barometer Juni 2008 ini mengindikasikan rontoknya popularitas Presiden SBY, hanya 36,3 persen masyarakat (responden survei) yang puas terhadap kinerja Presiden. Level ini menjadi titik terendah popularitasnya selama memimpin. Hasil survei sebelumnya pada Mei 2007, popularitas Presiden masih 50,3 persen dan Desember 2007 malah malah melesat ke 55,6 persen. Namun, setelah kenaikan harga BBM, popularitas SBY rontok ke level 36,3 persen.


Hasil survei lembaga lain, Lembaga Riset Informasi (LRI) Mei 2008 juga mengindikasikan hal yang sama, popularitas SBY sudah anjlok menjadi 35,60 persen. Sementara survei LRI Desember 2007 masih 44 persen.


Menurut Qodari, kondisi ini harus menjadi lampu merah bagi tim SBY. Sebab, kata dia, dari data Indo Barometer, incumbent yang popularitasnya sudah di bawah 50 persen, bila maju lagi ke pemilihan akan tumbang.


Sebelumnya, berdasarkan poling Lembaga Survei Indonesia (LSI periode November 2004 hingga Oktober 2007), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih dinilai sebagai tokoh yang lebih mampu dalam mengatasi masalah-masalah mendesak saat ini (Oktober 2007) dibandingkan tokoh (calon presiden) lainnya.


Survei LSI 2007, responden masih menilai SBY sebagai tokoh yang paling mampu dalam mengatasi masalah paling mendesak, yakni 35 persen, disusul Megawati 22 persen, Amin Rais 6 persen, JK 5,5 persen, Wiranto 5 persen, Sultan HB X 5 persen, dan Sutiyoso 1 persen. Selain itu, SBY juga dinilai lebih bisa dipercaya, dengan nilai 30,5 persen, Megawati 18,0 persen, Amien Rais 8.0 persen, JK 4,0 persen, Wiranto 3.0 persen, Sultan 6.0 persen, dan Sutiyoso 0,5 persen. Tokoh yang lebih perhatian pada rakyat, SBY 35,0 persen, Megawati 23,0 persen, Amien Rais 5,0 persen, Sultan 5,0 persen, JK 4,0 persen, Wiranto 3,0 persen, dan Sutiyoso 1,0 persen.


Polling LSI menunjukkan bila pilpres dilakukan Oktober 2007 dengan diikuti tujuh calon presiden, pemenangnya masih SBY, disusul Megawati. Jika calon presiden hanya dua, yaitu SBY dan Megawati Soekarnoputri, yang menang juga SBY 55 persen dan Megawati 35 persen.


Memang, jika dicermati, hasil survei LSI itu juga menunjukkan terus turunnya tren sikap electoral kepada SBY dari 63 persen (Oktober 2006) menjadi 55 persen (Oktober 2007). Sedangkan tren sikap electoral kepada Megawati justru terus meningkat dari 23 persen (Oktober 2006) menjadi 35,5 persen (Oktober 2007). Bahkan tingkat kepuasan publik pada kinerja Presiden SBY, menurut survei Lembaga Survei Indonesia terakhir (Mei 2008), sudah turun menjadi 54 persen, dari 67 persen Oktober 2007. Pada saat baru dilantik, November 2004, tingkat kepuasan publik mencapai 80 persen.


Bahkan hasil survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Oktober 2007 pun telah menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap SBY-JK telah merosot ke titik paling rendah. Saat dilantik Oktober 2004, kepuasan publik di atas 80 persen. Setelah hampir tiga tahun berjalan, merosot cepat dan tajam tinggal 35,3 persen atau merosot 45 persen.


Menurut Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam diskusi publik Peluang Pemimpin Baru pada Pemilu 2009 di Hotel Atlet Century Park Jakarta, Oktober 2007, rendahnya tingkat kepuasan atas kinerja SBY merata di semua segmen.


Pemilih di Jawa paling kecewa (66,9 persen), luar Jawa (46,6 persen). Dua suku terbesar juga kecewa pada SBY-JK: Jawa (57 persen) dan Sunda (80,7 persen). Dari segmen (level) pendidikan, kalangan bawah lebih kecewa (61 persen) dibanding kalangan terpelajar (54,1 persen). Sedangkan pemilih partai, hanya pemilih Partai Demokrat yang menyatakan puas (59,3 persen) dengan SBY. Paling kecewa adalah pemilih PAN (75 persen) dan PDIP (72,6 persen).


Denny menyebut empat alasan mengapa SBY mengalami defisit kepercayaan publik. Pertama, kekecewaan atas kinerja ekonomi. Kedua, degradasi program pemberantasan korupsi. Ketiga, publik meragukan kemampuan SBY mengatasi masalah bangsa. Keempat, berjaraknya harapan dan kenyataan.


Menurut Denny, empat hal itu membuat rakyat mulai melakukan mental switch mencari pemimpin baru. Hasil survey Lingkaran Survei Indonesia, hanya 23,7 persen pemilih yang menyatakan akan memilih kembali SBY, sementara 46,4 persen lagi akan memilih calon di luar SBY. Siapa mereka? Menurut Denny, lima nama teratas adalah Megawati, Wiranto, Jusuf Kalla, Sultan Hamengkubuwono X dan Sutiyoso.


Menurut Danny, pemimpin yang paling berpeluang menang adalah yang punya contrasting tinggi dengan SBY. Mereka adalah yang punya karakter pemimpin kuat (strong leadership). Danny menyebut tiga nama masuk kategori ini, yaitu Jusuf Kalla, Wiranto dan Sutiyoso. Namun yang paling berpeluang adalah Wiranto dan Sutiyoso, karena Jusuf Kalla dari luar Jawa. Menurut Danny, walaupun survei LSI menunjukkan tokoh luar Jawa bisa saja jadi presiden, tapi faktor itu sangat mudah dimainkan lawan sebagai senjata kampanye.


Sementara itu, hasil survei Lembaga Riset Informasi (LRI) menunjukkan tingkat popularitas SBY turun sembilan persen pada Mei 2008. Jika Desember 2007 persentase dukungan masyarakat terhadap SBY masih mencapai 44 persen, pada Mei 2008 turun menjadi 35,60 persen. Menurut Presiden LRI, Johan O Silalahi, turunnya popularitas SBY, tak bisa dilepaskan dari keputusan menaikkan harga BBM.


Namun survei LRI ini masih menempatkan popularitas SBY di posisi teratas. Posisi kedua ditempati Megawati Soekarnoputri 25,51 persen, naik dari survei sebelumnya yang kurang dari 20 persen. Sultan Hamengkubuwono X di urutan ketiga 17,61 persen. Menurut Johan, saat memaparkan hasil survei LRI, Kamis (29/5), Survei LRI menggunakan metode penarikan sampel multi stage random sampling, yaitu pengambilan sampel melalui beberapa tahapan, sampel sebanyak 1.537 responden ditarik dari seluruh WNI yang memiliki hak pilih dalam pemilu di 33 provinsi di seluruh Indonesia pada pertengahan Mei 2008.
Survei LRI juga merekam kriteria pemimpin yang diinginkan rakyat. Kejujuran menempati urutan teratas (84 persen), ketegasan (71 persen), dapat dipercaya (62 persen), konsisten (44 persen), dan mempunyai integritas (28 persen).


Jika belajar dari hasil-hasil survey menjelang Pilpres 2004, yang kala itu popularitas Megawati masih mencapai 58 persen, sedangkan para penantangnya berada di bawahnya, termasuk SBY hanya 10 persen. Tapi suatu situasi bisa mengubah kenyataan pada Pilpres yang akhirnya dimenangkan SBY.


Namun dari catatan berbagai hasil survei tersebut, peluang SBY untuk memenangkan Pilpres 2009 mendatang masih lebih besar dibanding tokoh-tokoh lainnya. Namun, perkembangan politik yang makin dinamis dan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, memungkinkan berbagai hal bisa terjadi. Siapa tahu, keberhasilan Obama di Pilpres Amerika Serikat yang akan berpuncak November 2008 mendatang, juga akan menginspirasi rakyat dan para pemimpin di Indonesia untuk memilih seorang pemimpin baru, Obama ala Indonesia.


Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Riset Indonesia (LRI) Johan Silalahi, hasil survei LRI juga menempatkan sejumlah nama yang berprospek sebagai Cawapres, yaitu Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto (7,09 persen), Din Syamsuddin (6,93 persen), Akbar Tandjung (4,48 persen), dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso (3,75 persen).

Sumber : http://tokohindonesia.

Readmore »»

SB Deklarasikan Kembali Antikorupsi dan Desak DPR Tuntaskan RUU Tipikor

Kasus tertangkapnya mantan kader PAN yang juga anggota DPR RI, Abdul Hadi Djamal beberapa waktu lalu, membuat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir kembali mengingatkan ke seluruh kader PAN -baik di DPD maupun DPW- untuk memperbaharui deklarasi antikorupsi yang pernah dilakukan sebelumnya.

Pendeklarasian kembali ini penting agar seluruh jajaran kader PAN di berbagai wilayah, mengingat kembali amanah rakyat yang diemban semenjak partai ini didirikan. Dalam Kasus Hadi Djamal, PAN sudah membuktikan diri dengan melakukan tindakan tegas. Di sisi lain, DPP juga menghargai hak praduga tak bersalah yang dimiliki kadernya, sehingga tetap memberikan bantuan hukum yang dibutuhkan.

"Saya mengingatkan kembali kepada seluruh jajaran DPD maupun DPW untuk tidak melakukan tindakan korupsi, karena merugikan masyarakat. Perlihatkan komitmen kalian sebagai kader PAN, dengan memegang amanah ini sebaik-baiknya," tukasnya di Jakarta, Selasa (10/3).

Selain pendeklarasian kembali, Soetrisno Bachir juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat hukum lain untuk menelusuri, menyidik serta menuntut seluruh oknum yang diduga terlibat dalam kasus korupsi, tanpa pandang bulu.

"Sebab tindakan korupsi di Indonesia umumnya dilakukan secara berjamaah," kata Soetrisno Bachir. Ia berharap, KPK tidak menutup-nutupi dan akan menindak siapapun yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi tanpa melihat orangnya, partainya atau dekat siapa orang tersebut. Sikap ini harus dimiliki KPK agar berbagai kasus korupsi di Indonesia dapat diberantas hingga ke akar-akarnya.

Terakhir, ia juga mendesak DPR RI untuk segera menuntaskan proses RUU Tipikor yang hingga kini masih terkatung-katung. "Ada kesan kuat di mata publik bahwa DPR sengaja menunda-nunda pembahasan RUU ini," tandasnya lagi. Padahal RUU tersebut diharapkan mampu memperkuat pemberantasan tindakan korupsi di tanah air. (*)

Readmore »»

KPU Bojonegoro Luncurkan Sukses Pemilu 2009

BOJONEGORO, Sebagai upaya untuk mensukseskan pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Umum Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bojonegoro Rabu (11/3) meluncurkan "Sukses Pemilu" sebagai media sosialisasi pemungutan suara. Peluncuran itu diikuti oleh gabungan organisasi wanita, Panitia Pengawas Pemilu, Partai Politik peserta Pemilu dan Badan, Dinas, Kantor Lingkup Kabupaten Bojonegoro.

Ketua KPU Kabupaten Bojonegoro Masjkur menyatakan kegiatan Peluncuran Sukses Pemilu 2009 merupakan perwujudan untuk mensukseskan pemilu 2009. "Kegiatan sosialisasi terlambat dikarenakan pelaksanaan pemilihan umum legislatif yang hampir bersamaan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Faktor lain yang menyebabkan kegiatan sosialisasi aturan yang senantiasa mengalami perubahan," katanya

Untuk mensukseskan pemilu pada 14 Maret mendatang, KPU Bojonegoro akan menggelar sosialisasi dengan mengundang parpol dan calon legislatif untuk dapatmensosialisasikan tentang pemungutan suara yang benar. "Ada upaya imbauan kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya," kata Masjkur.

Sementara itu, Bupati H Suyoto saat mengawali sambutannya menyampaikan bahwa demokrasi bukan barang baik akan tetapi kita semua memerlukan demokrasi. Dan dalam kehidupan demokrasi ini tidak dapat ditolak, karena demokrasi adalah suatu pilihan yang terbaik diantara pilihan lainnya.

Bupati Bojonegoro Suyoto menyatakan demokrasi yang dianut bangsa Indonesia sebagai upaya untuk melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran. "Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat karena rakyat sendiri yang menentukan sendiri pemimpin untuk jangka waktu lima tahun mendatang. Tanpa Pemilu, sulit meyakini negara akan menjadi lebih baik dan demokrasi ini pun memerlukan biaya yang tidak murah," kata Suyoto.

Menurut Suyoto, untuk mensukseskan pelaksanaan pemilu yang aman, lancar dan berkualitas partai politik peserta pemilu dan KPU harus bertindak jujur dalam setiap tahapan pemilu. Panitia Pengawas Pemilu diharapkan tidak hanya melakukan fungsi pengawasan saja akan tetapi bagaimana mampu mengarahkan pada kehidupan demokrasi yang baik.

"Segenap elemen masyarakat kami imbau harus dapat mensukseskan pemilu dan menggunakan hak pilihnya pada 9 April mendatang," katanya.(kompas.com)

Readmore »»

Apa salah dan dosanya “POLIGAMI’?

Apa salah dan dosanya “POLIGAMI’?

Oleh. M Danial Bustomi

Saat ini gempar-gemparnya orang membicarakan tentang pernikahan kedua Aa Gym(Abdullah Gymnastiar). Kontroversi POLIGAMI kembali dibicarakan, mulai dukung mendukung, kutuk-mengutuk, caci maki dan banyak lagi yang lainnya. Para ibu-ibu yang dulunya ‘ngefans’ berat sama Aa Gym, kini mulai mengutuk dan membenci Aa Gym, kayaknya Aa Gym adalah orang yang paling tidak tahu diri. “ Kok bisa-bisanya seorang yang banyak dikagumi oleh banyak orang tega melakukan poligami? Mengapa Aa Gym tega-teganya menyakiti hati teh Ninih (Ninih Mutmainnah)? Apa kurangnya teteh? Sudah baik, banyak mendukung Aa dan menemani Aa dalam suka dan duka. Apa coba kurangnya?”. Protes para Ibu-ibu yang merasa kecewa dengan sikap yang diambil oleh Da’i kondang tersebut. Negarapun tidak hanya tinggal diam, Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) pun merapatkan hal ini juga ditingkatan nasional, seolah-olah Poligami adalah suatu urusan negara yang amat mendesak. Sedangkan para suami dan hidung belang yang melakukan selingkuh tidak ditindak, bahkan mereka tersenyum sambil mengatakan ke istrinya “Lihat..!!! Aa Gym aja poligami, masak Bapak tidak diijinkan sih, Ma?”. Tidak kalah hebohnya, pertelevisian kitapun sibuk menayangkan Pro dan Kontra Pernikahan tersebut. Yah... itulah fenomena kehidupan masyarakat kita saat ini. Mungkin banyak hal yang perlu kita pelajari dalam fenomena ini.

Pertama, Aa’ Gym juga Manusia. Mungkin kita lupa, bahwa `Aa Gym juga manusia biasa, dia memiliki yang namanya Nafsu, Syahwat dan keinginan. Mungkin jika para wanita mau bertanya dan para lelaki mempunyai keberanian untuk jujur, maka semua akan mengakui jika dia ingin memiliki istri kedua, ketiga, dan seterusnya. Hanya saja mereka punya banyak alasan yang membuat mereka tetap setia dengan satu istri saja. Dengan alasan, Tidak mampu untuk menafkahi, tidak mampu berbuat adil, tidak mampu membagi cinta dan bisa juga karena tidak ingin menyakiti perasaan istri yang setia dan banyak lagi alasan yang lainnya.

Kedua, perbandingan Laki-laki dan perempuan saat ini di Indonesia sudah mencapai 1 banding 9. Mungkin kita adalah orang yang paling risih dengan yang namanya Pelacur walaupun dengan berbagai alasan. Tapi... pernahkah kita berfikir, untuk saat ini saja, satu lelaki punya perbandingan dengan sembilan perempuan. Lalu jika semua perempuan dinegeri ini tidak ingin di`madu` dan kita menolak yang lainnya untuk melacurkan diri, apa solusi yang kita punya untuk mereka? Apa kita minta mereka menjomblo aja sampai tua? sedangkan mungkin mereka ingin juga seperti perempuan-perempuan lainnya yang dapat menyandang gelar sebagai seorang ISTRI, sehingga sering kita dengar yang namanya Nikah Sirri, Istri Simpanan dan banyak lagi yang lainnya. Mau dikemanakan delapan Orang yang lainnya? Mereka juga bagian dari para wanita yang ingin dianggap dan diterima kehadirannya. Tidakkah kita harus menyadari akan hal itu?

Ketiga, ZINA. Saat ini kita biasa dengar yang namanya TTM [Teman Tapi Mesum], SETIA [Selingkuh Tiada Akhir] dan banyak lagi kata-kata yang dibuat untuk mengisyaratkan suatu keinginan akan suatu hasrat. Sebagaimana yang dialami salah seorang anggota DPR kita yang terhormat, dia terpaksa harus mengakhiri karirnya di senayan hanya karena adanya adegan mesumnya dengan seorang penyanyi dangdut. Ini juga harus kita lihat dari banyak sisi kemanusiaanya. Dipihak suami mungkin mempunyai keyakinan kalau istrinya tidak mungkin merestui jika dia harus dimadu dengan wanita lain, maka Sang Anggota dewanpun mengambil jalur pintas dengan melakukan diluar jalur pernikahan. kita juga harus melihat mengapa sang penyanyi dangdut tersebut mengekspos adegan tersebut ke khayalak umum? bisa jadi adanya keinginan untuk dapat status resmi sebagai Istri dari anggota DPR tersebut. Sehingga, betapa sulitnya untuk dapat menghindari hal-hal seperti ini, dan seharusnya wajar saja kalo `Aa Gym menikah lagi dengan meminta ijin Istri yang dicintainya dengan berbagai alasan yang kita tidak bisa hanya dengan menduga-duga saja. Sebaliknya, Sang anggota DPR saat ini pasti merasa malu dan merasa tidak layak sebagai panutan. Hal itu pula akan menggangu kenyamanan hidup istri dan anak-anaknya dimasyarakat.

Keempat, Tentang keadilan. Saat ini para wanita takut akan adanya `madu` dalam pernikahannya dengan alasan Keadilan. Mungkin kita harus bisa membedakan keadilan dengan pemerataan. Pemerataan itu lebih bersikap serba sama, misalnya Istri pertama minta Mobil BMW, maka Istri kedua Juga harus sama. Namun jika keadilan itu lebih bersifat menurut kebutuhan, misalkan Istri Pertama membutuhkan baju ukuran XL karena dia merasa lebih gemuk atau lebih tinggi dan istri kedua yang lebih kurus tidak mungkin juga diberi baju dengan ukuran yang sama, maka istri kedua wajar jika hanya mendapatkan baju ukuran L saja. Jadi keadilan itu menurut porsi kebutuhannya.

Kelima, Tentang Cemburu. Adanya kecemburuan itu wajar dalam rumahtangga, sifat itu memang telah diberikan oleh Allah kepada semua manusia dari zaman Adam hingga kiamat nantinya. Sifat yang lumrah ini terkadang menjadi pemicu akan keretakan rumahtangga. Jangankan dalam rumahtangga, dalam kehidupan sehari-hari saja hal ini sangat mendominasi. Namun jika kita bisa memenej kecemburuan dalam rumahtangga maka hal itu akan menjadi bumbu yang indah dalam mengarunginya. Para istri Rosullulah saja memiliki sifat cemburu dan itupun dianggap wajar oleh Rosullulah. Merekapun dapat menjaga dan mengendalikan hal tersebut, karena istri-istri Rosullulahpun Manusia biasa.

Namun hal ini bukan berarti Para lelaki dan suami bisa melakukan atau melegalkan hal ini seenak hatinya sendiri. Kita juga harus menilik kepada Agama dan kepercayaan kita (Iman). Jika kita merasa mampu dan kita siap dengan semua konsekuensinya dalam lahir dan batin maka tidaklah hal itu bisa dipersalahkan, namun jika kita melakukannya hanya berlandaskan nafsu dan syahwat saja, maka cobalah untuk menghindari hal ini, mengingat suatu pernikahan bukanlah suatu tanggungjawab didunia saja, namun suatu bentuk bangunan Mahligai di Akhitar kelak.

Aa Gym hanyalah seorang manusia biasa, begitupula dengan Teh Ninih. Jadi wajarlah jika Aa Gym menikah lagi, jika dia merasa mampu untuk berbuat adil dan bisa membahagiakan keduanya serta siap untuk mempertanggungjawabkannya kelak. Apalagi kita ini hanyalah para penonton bagi rumah tangga mereka, kita tidaklah tahu ukuran kemampuan Aa Gym dalam membangun mahligai tersebut. Biarlah waktu yang akan mengajarkan kita akan arti Poligami, lagi pula kita tidak bisa mengadili mereka hanya karena suatu pernikahan yang diperbolehkan oleh Agama, Karena Poligami yang dianggap Aib dan hal tabu itu sebenarnya solusi terbaik yang diberikan oleh Allah, demi keselamatan hamba-Nya didunia saat ini maupun diakhirat kelak. Semoga hal ini dapat menjadi renungan bagi kita semua. Wallahu `Alamu Bisshowab.

Readmore »»

Memaknai Demokrasi Rakyat Indonesia

Memaknai Demokrasi dalam kehidupan ini rasanya cukup sulit, apalagi dengan kenyataan yang ada sekarang ini. Indonesia, negara yang telah menerapkan sistem demokrasi sejak tahun 1945 hingga saat ini. tapi telah terlihat gagal dalam pelaksanaan sistem demokrasi murni. Sebuah demokrasi dibangun atas 11 Pilar.

  • Hak Tahu
  • Peran Pers
  • Ada Oposisi
  • Pembuatan Undang-undang terbuka
  • Pengadilan yang independen
  • Batas Kuasa Presiden
  • Hak minoritas dan kaum marginal dilindungi
  • Pemerintah tunduk pada konstitusi
  • Pemilu yang adil dan bebas
  • Pembagian kekuasaan
  • Kontrol sipil atas militer

Readmore »»
 
Mari Bersama-sama kita bangun BOJONEGORO lebih baik.